Rabu, 10 Desember 2008

Ayah Teladan....

Idul Adha', selalu mengingatkan kita pada kisah pengorbanan Ibrahim. Pengorbanan yang sangat besar, karena yang harus dikorbankan adalah putra kesayangannya, Ismail, yang telah lama dinantikan kelahirannya.

Ibrahim a.s. adalah seorang rasul yang diberi julukan bapaknya para nabi, karena selain beliau adalah moyangnya para nabi, beliau juga merupakan sosok seorang ayah teladan.

Firman Allah dalam surat An Nahl : 120
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif (seorang yang selalu berpegang kepada kebenaran dan tak pernah meninggalkannya).

Keteladanan ibrahim yang pertama adalah tentang pengorbanannya. Pengorbanan yang begitu besar karena cintaNya kepada Allah. Patut diteladani bagi para ayah saat ini, terkadang para ayah di zaman modern ini terlampau sibuk terkungkum dalam pekerjaannya, sehingga tidak memperhatikan perkembangan anak-anaknya. Padahal anak-anak adalah amanat Allah, yang harus dijaga untuk tetap berada pada fitrahnya, hingga dia menjadi anak yang sholeh. Maka bagi para ayah, korbankanlah "sedikit" waktu anda untuk memberikan kasih sayang dan perhatian kepada anak.

Keteladanan kedua adalah tentang kedemokratisannya . Simaklah apa yang disampaikan beliau kepada Ismail ketika mendapat perintah kurban dari Allah.

"Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu?" (As-Shafat:102).

Dapat disimpulkan bahwasanya Ibrahim tdk memaksakan kehendaknya kepada Ismail. Ketika mendapat perintah, beliau tidak langsung bertindak otoriter, tapi mengajak anaknya bermusyawarah, wahai anakkku pikirkanlah apa pendapatmu?.

Betapa banyak para ayah saat ini yang memaksakan kehendak kepada anak-anaknya. Anak disuruh mengikuti les ini, dan les itu, tanpa dikomunikasikan terlebih dahulu. Padahal sang anak tidak merasa enjoy mengikutinya. Atau bahkan mungkin tentang perjodohan, walaupun memang kewajiban ayah adalah mencarikan pendamping terbaik bagi anak-anaknya, tapi tidak seharusnya memaksakan kehendak kepada anak.

Mungkin ada pendapat lain, tambahan, sanggahan dari para pembaca, silakan dikomentari. Jazakallah Khair...

Wallahu A'lam bis showab.

Minggu, 07 Desember 2008

IDEALISME vs REALITAS



Resensi Buku
Judul : Agar Pasangan Seindah Impian
Penulis : Awan Abdullah dan Abdi Abdillah
Penerbit : Arkan Publishing
Tebal : 132 halaman

Anda termasuk golongan orang yang takut memutuskan menikah?Mungkin dengan alasan sepele, misalnya takut menemukan pasangan yang ternyata tidak "klop", sehingga khawatir akan ribut setiap harinya. Padahal jika dipikir secara bijak Allah SWT menciptakan manusia tidak ada yang sama persis. Jadi sejauh apapun Anda mencari jodoh yang setipe atau sama persis dengan anda, pasti tidak akan ada. Dalam firmanNya di Surat Al Hujurat ayat 13, bahwasanya Allah menciptakan manusia berbangsa-bangsa bersuku-suku, berbeda budaya, dan sebagainya dengan tujuan untuk saling mengenal. Maka, saling mengenallah agar tahu-sama tahu. Setelah itu anda dapat saling memahami, lalu saling percaya, kemudian saling mencintai karena Allah.

Pernikahan merupakan sarana mempersatukan dua insan yang berbeda latar belakang, nilai, budaya, dasar pendidikan, keluarga, dan lingkungan. Dengan kata lain pernikahan adalah saatu pembenturan antara idealisme dan realitas. Jika idealisme suami adalah membayangkan bahwa menikah itu akan memiliki isteri yang siap melayani, bisa menyenagkan hati, dan sebagainya. Namun, pada kondisi sebenarnya bisa jadi jauh berbeda karena pada kenyataannya isteri sibuk dengan karier, tipe serius, atau tidak suka dengan hal-hal yang romantis.

Terkadang pernikahan itu tidak selamanya indah, walaupun sebenarnya bergantung pada siapa yang melihat dan bagaimana cara melihat permasalahan pernikahan. Alhamdulillah, jika Anda memandang pernikahan dan lika-likunya sebagai suatu keindahan yang tidak ternilai.

Dalam buku ini penulis menyampaikan bahwa kalau selama perjalanan pernikahan ternyata mengalami kendala-kendala dan masih saling berbenturan. Kunci dari segala permasalahan tersebut adalah komunikasi. Hampir 90% permasalahan keluarga adalah gagalnya komunikiasi. Selain komunikasi, solusi penting kedua adalah "Jangan ada yang merasa paling benar". Kalau setiap pasangan sama-sama merasa benar, maka bersiap-siaplah mendaki beratnya kehidupan rumah tangga. Solusi ketiga adalah "tetap tegur sapa", semarah apapun kita terhadap pasangan, tetaplah saling bersapa ria, walaupun hanya sekedar menyapa "Sudah makan Mas?" atau "Bunda makan yuk!".

Di dalam buku ini juga disajikan 14 karakter sulit pasangan dan solusi untuk menyikapinya. Ke-14 karakter sulit itu di antaranya; pasangan suka marah baik dari tipe yang sanguinis, melankolis, korelis, dan plegmatis; pasangan tidak romantis; maunya menang sendiri; tidak senang berdandan; orangnya pemalas; hobinya suka mengkritik; mudah stres; bukan orang rumahan; gila kerja (workaholic); pendongeng ulung; superhemat; terlalu royal; kurang penyayang; dan sangat introvert entah secara periodik, momental, atau bawaan.

Di bagian kedua dihadirkan trik-trik memikat sang buah hati, tapi sebelumnya dipaparkan sepuluh langkah salah mendidik anak. Tema ini diangkat penulis karena melihat banyaknya orang tua yang sudah mempunyai anak, tapi merasa belum menjadi orng tua. Frustasi mengendalikan sifat dan perilaku anak, tidak menyangka bahwa Anda akan memiliki keturunan sedemikian nakalnya. Anda seakan tidak percaya bahwa Anda adalah warisan dari orangtuanya sendiri. Di bagian kedua ini pula penulis menyelipkan beberapa canda halal bagi pasangan bahagia.

Jadi, jangan khawatir para pemuda dan pemudi, para pengantin muda, atau siapapun Anda. Selalu ada alternatif solusi bagi Anda untuk menyikapi karakter yang sulit dari pasangan Anda dan agar anak Anda berada dalam "kendali" Anda tanpa paksaan dan tekanan apapun. Kalau sudah tahu kuncinya, insya Allah semuanya akan menjadi mudah. Oleh karena itu perlunya ilmu adalah untuk membuat kita mudah dalam menempuh hidup ini. Sungguh, bahwa interaksi dengan pasangan adalah faktor terbesar harmonisnya rumah tangga dan memiliki hubungan baik dengan anak adalah penyempurna dari hubungan tersebut. Tiada yang diharapkan oleh sebuah keluarga selain indahnya kebersamaan dan utuhnya persaudaraan.

Jumat, 05 Desember 2008

Jika anak-anak bercita-cita...

"Cita-citaku, u... u... ingin jadi presiden", tentunya orang yang seumuran ayah pasti masih ingat dengan lagu yang dipopulerkan Joshua Suherman sekitar tahun 1994-an.

Cita-cita, jadi presiden wajar... dan pasti orang tua tidak mempermasalahkannya. Tapi jika seandainya anak anda bercita-cita menjadi seorang tukang ojeg, bagaimana reaksi anda sebagai orang tua?

Ada sebuah cerita menarik:

Suatu pagi jalanan macet total, sedangkan jam menunjukkan pukul tujuh lebih lima belas menit. Mang Gimin yang setiap hari mengantar Ridwan pun panik. Tinggal lima belas menit lagi bel di sekolah Ridwan berbunyi. Dan kendaraan beroda empat ini terjebak dalam antrian bak ular naga yang belum juga mau bergerak.
Mang Gimin turun saat melihat tukang ojeg di samping kiri jalan. Akhirnya, pagi itu Ridwan melesat menuju sekolah mengunakan jasa tukang ojeg. Berkat kegesitan sang ojeg, alhamdulillah Ridwan tiba disekolah tepat waktu.

Pulang sekolah, Ridwan langsung melesat mencari bunda. “Bunda.... Bunda.... Sinii,” suara nyaring bocah kelas satu SD ini lambat laun semakin mendekati sang Bunda. Ridwan kini berada di samping bunda yang sedang asik menulis naskah di komputer kesayangannya.

Nda, tau nggak. Ridwan kalau udah besar pengen jadi apa ayo?” ujar Ridwan memancing. Bunda menatap dan tersenyum. Ridwan yang tak sabar segera melanjutkan,” Ridwan pengen jadi tukang ojeg.!”

Kaget? Anda barangkali akan kaget dan tak dapat membayangkan anak Anda ternyata bercita-cita jadi tukang ojeg seperti Ridwan, persis seperti kagetnya Bunda Ridwan sesaat setelah buah hatinya polos berkata demikian. Lalu, bagaimana respon Anda selanjutnya?

Ternyata, jika Anda membiarkan sebentar ajaimajinasi anak “terbang” bebas, Anda barangkali akan menemukan hal-hal menakjubkan dari mereka. Ketika ditanya cita-cita, barangkali sebagian mereka akan menjawab dengan hal-hal yang tak biasa. Dalam benak mereka, bisa saja terlintas dipikirannya ia ingin menjadi supir bus, penarik bajaj atau bahkan tukang becak.

Dari sumber investigasi majalah Auladi, ternyata jika tidak terjadi “intervensi” dari orangtua, anak-anak usia balita sekalipun, angan-angan tentang cita-cita bagi mereka ternyata sungguh indah dan alamiah. Saat Auladi misalnya “main” ke TK Permata Ilmu, Bandung, Auladi pun menemukan jawaban-jawaban yang ajaib. Kadang pernyataan menggelitik dan menakjubkan dari mulut-mulut kecil itu.

Aku ingin jadi suster hewan aja. Tapi, tunggu dulu... aku kan cuma suka kucing, jadi aku mau jadi suster kujing aja deh. Suster ya, bukan dokter,” celoteh gadis manis yang bernama Sarah. Guru-guru prasekolah yang mendengarnya pun tersenyum.

Sedangkan Azka Rahima (3,9 tahun), yang menyukai segala sesuatu yang berhubungan dengan laut segera menjawab pertanyaan sang ibu. “Azka pengen jadi penjaga pantai. Soalnya biar bisa nolong anak kecil yang mau tenggelam,” sambut Azka sambil menerawang teringat pada buku cerita miliknya yang berkisah tentang penjaga pantai.

Sebagiam orangtua sudah tentu ada yang merasa was-was dan waspada dengan ucapan anak-anaknya. “Masa sih cita-citanya seperti itu?”



Abu Syauqi bersama "Pandawa"nya

Namun, berdasarkan pengalaman mendidik keenam buah hatinya, Ustadz Abu Sauqi tidak menjadikan cita-cita anak yang “ajaib” tersebut sebagai sesuatu yang menakutkan. “Cita-cita itu sebenarnya ada ketika seseorang sudah baligh secara akal. Sudah memiliki pikiran apa yang ia inginkan bentuk ke depan. Sedangkan, kalau untuk anak-anak belum sepenuhnya termasuk cita-cita. Mereka hanya mengeluarkan yang terekam oleh otak. Jadi, cita-cita yang sebenarnya harus diolah oleh akal kemudian direalisasikan dalam kehidupan,” ujar pria penggagas Rumah Zakat Indonesia ini menuturkan.


Mengamini Abu Sauqi, psikolog Iip Fariha, M.Psi mengatakan cita-cita yang disebut anak merupakn sari yang tercipta lewat lingkungan. Pada tahap ini sebenarnya anak masih asbun (asal bunyi-red), masih sekadar angan-angan semata.

Cinta bersemi di bangku SD...

Pagi yang indah, ayah duduk di serambi masjid usai shalat subuh berjamaah. Sambil menikmati udara pagi yang belum tercampur kotornya asap kendaraan bermotor.

Tiba-tiba seorang lelaki paruh baya datang menghampiri ayah. Namanya pak Suraji biasa dipanggil Pak Aji. Pak Aji orangnya supel dan enak diajak bicara. Biasanya kalau ayah lagi punya masalah, seringnya curhat sama Pak Aji, dan beliau sering memberikan solusi dan petuah-petuah berdasarkan pengalaman-pengalamannya.

Tapi kali ini, Pak Aju yang lagi punya masalah. Beliau mengeluhkan kalau anak ketiganya yang baru kelas 1 SD sudah mengenal "cinta-cintaan".

"Mas, saya jadi khawatir dengan tingkah Si Kiki akhir-akhir ini" kata beliau mengawali pembicaraan.

"Loh memangnya kenapa Pak Aji?" tanya ayah penasaran.

"Si Kiki itu loh Mas, baru kelas 1 SD tapi udah kenal sama yang namanya 'pacaran', kalau baru kelas satu SD saja sudah begitu, gimana kalau sudah besar ya Mas, terus terang saya khawatir dengan perkembangannya.

Mungkin dari sekian banyak orang tua, tidak hanya Pak Aji saja yang mengalami kasus serupa. Tidak bisa dipungkiri kalau pengaruh lingkungan dan media saat ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan mental anak. Tayangan televisi yang harusnya bukan untuk konsumsi anak, saat ini dapat dengan mudah diakses oleh anak-anak. Lingkungan di sekitar kitapun juga ikut serta memberikan stimulus kepada anak-anak untuk "matang sebelu waktunya". Hal yang dahulu dianggap tabu dan dianggap "saru" untuk dilakukan didepan umum sekarang tidak berlaku lagi bagi kalangan muda-mudi, semisal pegangan tangan, berpelukan, dsb. Memang itulah tantangan kita mendidik anak di zaman global.

Seingat ayah, dulu waktu SD ayah juga pernah mengalami yang namanya suka kepada lawan jenis. Sehingga ayah menganggap wajar jika si Kiki juga mengalami hal yang sama. Namun, bedanya saat itu ayah tidak terlalu ekspresif sepreti sekarang. Paling yang ayah alami cuma sebatas suka, dan malu kalau seandainya ada anak lain yang tahu, dan akan tambah malu lagi kalau diketahui oleh ibu guru.

Tapi yang dialami Kiki beda, dan inilah yang dikhawatirkan oleh Pak Aji. Si Kiki tidak mau kalau di sekolah tidak duduk satu bangku dengan Bima. Katanya Bima adalah cintanya Kiki, Bima adalah pacar Kiki, jadi harus selalu selalu ada di samping Kiki. Waduh Si Kiki, dari mana ya dia, bisa sampai ngomong seperti itu.

Karena ayah tidak punya pengalaman tentang hal ini, ayah cuma bisa ngasih saran ke Pak Aji untuk melakukan pendekatan kepda Kiki, coba kasih pengertian ke Kiki kalau tugasnya adalah belajar. belum waktunya suka-sukaan. Tapi saran ayah ke Pak Aji masih terlalu Abstrak, dan Pak Aji juga bingung menerapkannya bagaimana. Mungkin dari Anda yang mampir ke rumah ayahbundafata bisa kasih saran dan solusi yang lebih pas. Silakan!!! Saran Anda akan sangat membantu Pak Aji.

Kalau minum, sambil duduk ya...

Masih teringat jelas apa yang disampaiakan oleh ustadz Wuntat Wawan Sembodo, S.Ag. tentang apa yang diperintahkan Allah dan Rasulullah mengnadung kemaslahatan bagi manusia. Walaupun segmennya untuk anak -anak TPQ, tapi apa yang disampaikan oleh oleh ustadz yang pandai mendongeng tersebut juga mengena bagi orang tua yang ikut hadir mendengarkan ceramah beliau.

"Adek-adek di sini semuanya anak-anak sholeh atau anak-anak salah?" Sapa ustadz kepada murid-murid TPQ.
"Anak sholeh" jawab anak-anak serempak.
"Eh, kalau anak sholeh, kan harus meneladani Rasulullah ya? Coba sekarang jawab, anak sholeh kalau minum sambil berdiri atau berjalan?" Tanya ustadz sembari mengecek konsentrasi anak-anak.
"Sambil duduk", anak-anak kembali menjawab dengan serempak tanpa kehilangan konsentrasi.

=======

Di sini ayah tidak akan cerita panjang lebar tentang ceramah ustadz Wuntat. Tapi akan sedikit mereview tentang faedah minum sambil duduk, seperti yang diajarkan Rasulullah.

Sabda Rasulullah : “Jangan kalian minum sambil berdiri, apabila kalian lupa, maka hendaknya dimuntahkan !” (HR. Muslim)

Ucapan Rasulullah yang sudah lebih dari 14 abad tersebut, sekarang bisa dibuktikan secara medis. Menurut dr. Ibrahim Al-Rawi air yang masuk dengan cara duduk akan disaring oleh sfringer. Sfringer adalah suatu struktur maskuler (berotot) yang bisa membuka (sehingga air kemih bisa lewat) dan menutup. Setiap air yang kita minum akan disalurkan pada ‘pos-pos’ penyaringan yang berada di ginjal. Nah. Jika kita minum berdiri air yang kita minum tanpa disaring lagi. Langsung menuju kandung kemih. Ketika langsung menuju kandung kemih, maka terjadi pengendapan disaluran ureter. Karena banyak limbah-limbah yang menyisa di ureter inilah yang bisa menyebabkan penyakit kristal ginjal.

Subhanallah.... Masihkah kita meragukan ajaran Rasulullah, masihkah kita mau minum sambil berdiri?

Kamis, 04 Desember 2008

Kalau demam, jangan dikompres pakai air es...

Ayah pulang..... Akhirnya setelah sekian lama berpisah, kini ayah bisa jupa lagi dengan bunda dan tentu saja si kecil Fata.
Tiba dirumah, langsung aja si kecil menodong oleh-oleh. Bukan oleh-oleh makanan atau mainan, tapi....

"Yah, jalan-jalan yuk...!!!". Si kecil merengek minta diajak muter-muter ke alun-alun.

Walaupun badan masih terasa lelah, tapi demi melihat keceriaan Fata, terpaksa pegel-pegelnya ditunda dulu.

Setelah puas muter-muter alun-alun (pusing jadinya, he he), pulang dech....

Ups, tapi ditengah jalan hujan deres banget, apalagi ayah lupa bawa jas hujan. Karena tanggung udah hampir maghrib, dan jarak kerumah sudah dekat, akhirnya ayah tancap gas, menerjang hujan badai, cieee.... Kayaknya Fata juga seneng banget diajak hujan-hujanan.

Tapi malemnya, wuih Fata demam. Badannya panas banget.

Tengah malam Fata terjaga, sambil nangis. Panasnya masih belum turun juga padahal sudah dikasih minum obat penurun panas. Lalu ayah coba ambil inisiatif mengompres fata pakai air es.




Tapi, eits tunggu dulu... Ternyata ayah keliru.
Bunda bilang :"Yah, kalo mo ngompres jangan pakai air es atau alkohol, tapi pakai air dingin aja. Karena bisa mengakibatkan pembuluh darah dan pori-pori kulit menyempit, itu bisa bikin pengeluaran panas dari tubuh terhambat. Trus jangan menutupi Fata dengan selimut terlalu rapat karena bisa menghalangi penguapan untuk membuang panas, bisa-bisa panasnya nggak turun, tapi malah tinggi.

Yup, begitulah... Pengetahuan medis ayah memang payah banget. Tapi untungnya bunda udah ngasih kuliah 1 SKS, he he... Lumayan...

Sebenarnya demam merupakan salah satu cara tubuh melawan infeksi dan merespon pirogen (bakteri penyebab demam). Demam juga bisa mengurangi produksi toksin (racun) yang dihasilkan kuman dan mengurangi multiplaksi (pelipatgandaan) kuman. Jadi kesimpulannya, demam merupakan sebuah mekanisme pertahanan tubuh.