Selasa, 10 Februari 2009

Mengajarkan Tahfizh Quran untuk anak-anak (usia 6-8 tahun)

Oleh : H. Taufik Hamim Effendi, Lc., MA.

Dalam menanamkan akidah, ilmu pengetahuan agama dan tentunya pengajaran Al-Quran, hendaknya kita mulia mengajarkan anak-anak kita sejak mereka masih berusia dini. Karena pada usia ini selain sangat berpengaruh terhadap perkembangan otak dan memori anak-anak yang masih polos, juga mereka bagaikan kaset kosong yang siap diisi oleh apa saja, apapun yang didengar sang anak pasti akan terekam dalam memorinya. Oleh karena itu seoptimal mungkin kita perdengarkan kepada buah hati kita bacaan Al-Quran, baik kita langsung yang membacanya atau dengan menggunakan kaset atau semacamnya.

Cara ini pula yang pernah dilakukan oleh para shahabat dan telah menjadi tradisi mereka dalam mengajarkan Al-Quran kepada anak-anak mereka. Mereka memilki perhatian yang sangat tinggi dalam mengajarkan Al-Quran. Demikian pula para tabi’in dan orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai kiamat kelak. Sehingga kalau kita membaca kitab-kitab klasik yang berbahasa Arab, banyak riwayat yang bercerita tentang suksesnya para ulama dalam menghafalkan Al-Quran di usia sebelum mencapai sepuluh tahun. Sebut saja Imam Syafi’i, peletak Madzhab Asy-Sayfi’iyyah, beliau berhasil menghafal Al-Quran 30 juz diusia 7 tahun. Imam Suyuthi, penyusun beberapa kitab, diataranya tafsir jalalain dan tafsir Al-Durrul mantsur, belum genap delapan tahun usianya, beliau telah sukses menghafal Al-Quran 30 juz.

Dalam mengajarkan anak di usia 6 -8 tahunan, kami melihat ada beberapa metode atau cara yang bisa diterapkan :

Pertaman kali yang harus kita fahami adalah bahwa anak-anak seusia ini lebih suka mendapatkan pujian, reward, hadiah, iming-iming atau apalah namanya. Yang jelas mereka sangat menyukai bila selesai mengerjakan tugas, ada yang langsung mereka peroleh. Ini akan jauh lebih baik bila dibandingkan dengan pendekatan ancaman atau pukulan bila sianak tidak mau atau tidak mencapai target tertentu dalam menghafal Al-Quran.

Berikan mereka hadiah apa saja, dan hadiah itu tidak harus yang mahal harganya. Yang penting bentuk perhatian dari seorang guru atau mungkin juga orang tuanya. Memang kalau ada cukup rezeki, baik sekali kalau hadiah yang diberikan kepada sang anak berkaitan erat dengan program tahfizh Al-Quran, walaupun harganya agak sedikit mahal. Seperti Al-Quran digital, MP4 atau ada juga HP yang berisikan tilawah Al-Quran 30 juz. Tentunya ini akan membuat anak akan lebih bersemangat lagi dalam belajar dan menghafal Al-Quran.

Kedua yang harus diperhatikan oleh seorang guru atau orang tua yang mengajarkan anaknya adalah agar selalu memuji dan menyanjung sang anak atas keberhasilan mereka dalam menyelesaikan tugas atau telah mencapai target tertentu dalam menghafal Al-Quran. Jadi, kita harus berlaku adil terhadap si anak. Jangan ketika dia melakukan kesalahan, tidak mencapai target, kita selalu menyalahkannya dan membuat dia berputus asa dan akhirnya mengakibatkan sang anak tidak lagi mau menghafal. Jadi harus lebih diperhatikan bagaimana sang anak tersebut selalu senang dalam proses menghafal.

Ketiga yang juga tidak kalah pentingnya adalah menciptakan suasana belajar atau menghafal yang menyenangkan dan senyaman mungkin. Sehingga anak akan merasakan mudah dan nikmatnya menghafal Al-Quran. Jangan sekali-kali ada kesan memaksa dan menekan anak untuk menghafal Al-Quran. Karena bila hal ini dilakukan bukan saja dia tidak mau menghafal, bisa jadi dia juga nantinya akan benci dan trauma kalau disuruh untuk menghafal Al-Quran.

Keempat, usahakan sebelum mulai menghafal, seorang guru atau orang tua yang mengajarkannya bercerita secara ringkas tentang isi ayat atau surat yang akan dihafal. Karena dengan demikian dia akan menjadi lebih tertarik dan termotivasi untuk menghafal. Dia ingin sekali menghafal ayat atau surat yang bercerita tentang kisah-kisah tertentu di dalam Al-Quran.

Kelima, mungkin ini juga tidak kalah pentingnya untuk merangsang anak dalam menghafal Al-Quran. Buat gambar-gambar yang berkaitan erat denga ayat atau surat yang akan dihafal. Sehingga mereka akan dapat membayangkan kejadian atau peristiwa apa saja yang terjadi.

Keenam, memilih guru yang yang memliki kapasitas cukup. Ya idealnya guru tersebut sudah hafal 30 juz. Ini pula yang pernah dilakukan oleh khalifah Harun Al-Rasyid. Dia memanggil seorang guru yang alim, shalih, hafal Al-Quran dan banyak menghafal hadits dan disiplin ilmu agama lainnya, untuk mengajarkan anaknya.

Seorang guru harus berpenampilan menarik, menyenangkan. Guru tidak saja dituntut untuk memiliki kamampuan hafal dan membaca Al-Quran dengan baik, motivasi yang tinggi, akrab dengan anak-anak, tetapi juga harus memenuhi kriteria tambahan lain, seperti kreatif, inovatif dan mau duduk dan bermain bersama anak-anak.

Semoga penjelasan singkat ini dapat memberikan pencerahan kepada kita sebagai orang tua atau sebagai seorang guru Al-Quran. Sehingga harapan mulia agar anak-anak kita dapat menghafal Al-Quran bisa terwujud. Amin ya Rabbal ‘alamin

Tidak ada komentar: